PERAN PEMANGKU KEBIJAKAN
DALAM MENGOPTIMALKAN SUMBER BELAJAR
TULISAN INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR
DOSEN PENGAMPU : DR. SAMSUDIN, M.Pd
Disusun Oleh ;
MUHAMAD AGUNG
NIMKO 5520100115
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH JAKARTA
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Rabb sekalian alam. Kita memuji kepada-Nya, serta memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada manusia pilihan, Rasul kekasih Allah, Nabi akhir zaman Muhammad SAW. Dan juga mengalir kepada keluarga, sahabat, tabi’ut-tabi’in, termasuk kepada kita umatnya yang senatiasa istiqomah menghidupkan sunah-sunahnya. Amin.
Selanjutnya saya sampaikan pula rasa terima kasih dan penuh ta’dzim kepada almukarom Bapak Dosen Mata Kuliah Pengembangan Sumber Belajar Al Ustadz Dr. Samsudin, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan pencerahan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Tak lupa pula kepada teman-teman, ikhwan serta keluarga yang telah ikut membantu dan memberikan motivasi moril dan materil sehingga tersusunnya tugas makalah ini.
Tugas makalah yang berjudul Peran Pemangku Kebijakan dalam Mengoptimalkan Sumber Belajar ini disusun sebagai tugas individu pada Mata Kuliah Pengembangan Sumber Belajar Program Pasca Sarjana Magister Teknologi Pendidikan Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta.
Tentu taka ada gading yang tak retak pada penyusunan tugas makalah ini, maka kritik, saran dan pendapat atas segala kekurangan dan kelemahannya sangat diharapkan.
Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’man nashir.
Kuningan, Desember 2011
Penyusun
MUHAMAD AGUNG
I
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………...3
BAB II SUMBER BELAJAR ………………………………………………………………4
A. Pengertian Sumber Belajar …………………………………………………….. 4
B. Jenis Sumber Belajar ……………………………………………………………6
C. Ciri - Ciri Sumber Belajar ……………………………………………………….7
D. Peranan Sumber Belajar ………………………………………………………..8
E. Fungsi/Manfaat Sumber Belajar ………………………………………………..10
BAB III PERAN PEMANGKU KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN SUMBER
BELAJAR ………………………………………………………………………..12
A. Potret dan Problematika Pendidikan di Indonesia ……………………………12
B. Peran Pemangku Kebijakan pada Sistem Pendidikan Nasional dalam
Mengoptimalkan Sumber Belajar …………………………………………….16
BAB IV KESIMPULAN ………………………………………………………………….19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak pernah lepas dari unsur manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif.
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (long life process), dari generasi ke generasi. Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, di dalamnya tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidik, serta pada lingkungan dan sarana pendidikan.
Disamping itu pula, pendidikan itu sebagai proses budaya guna meningkatkan harkat dan martabat manusia, merupakan proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Pendidikan terjadi melalui interaksi insani dan tanpa batas ruang dan waktu. Pendidikan tidak hanya dimulai dan diakhiri di sekolah. Pendidikan dimulai sejak dalam kandungan (prenatal), lingkungan keluarga, dilanjutkan dan ditempa di lingkungan di sekolah. Kemudian proses pendidikan itu diperkaya dalam lingkungan masyarakat dan hasil-hasilnya dapat digunakan dalam membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara untuk meningkatkan derajat peradaban umat manusia.1
Pendidikan itu sendiri dalam pengertian yang paling dasar tidak lain dari usaha yang dicurahkan untuk menolong manusia mengungkap dan menemukan rahasia alam, memupuk bakat dan potensi serta memimpikannya untuk kebaikan/kemashlahatan manusia secara individu maupun secara komunitas masyarakat. Usaha itu berujung adanya suatu perubahan (Mutaghayiraat) dari segi social, psikologis, sikap/akhlak, perilaku/moral maupun ekonomi untuk menempuh hidup dan kehidupan yang lebih baik, bahagia, sejahtera dan berarti.
1
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value.
Selanjutnya defenisi pendidikan yang dirumuskan oleh AECT (Association for Educational Communication and Technology) adalah suatu bidang yang berkepentigan dengan memfasilitasi belajar pada manusia, melalui usaha yang sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisaisan, dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut. (AECT, 1972 ; 36).
Dalam kaitanya dengan pembelajaran, teknologi pendidikan memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari mulai tahap desain, pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi dan penilaian program dan hasil belajar.
Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banyak mendapat perhatian di lingkungan ahli pendidikan. Pada awalnya teknologi pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian tentang penggunaan audiovisual, dan program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan. Kajian tersebut pada hakikatnya merupakan usaha dalam memecahkan masalah belajar manusia (human learning). Solusi yang diambil melalui kajian teknologi pendidikan bahwa pemecahan masalah belajar perlu menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat dengan banyak memfungsikan pemanfaatan sumber belajar (learning resourses).
2
Anak merupakan individu yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Kajian tentang anak selalu menarik sehingga meunculkan berbagai pandangan tentang arti sebenarnya. Guru sebagai pelaku pendidikan yang secara langsung berhadapan dengan anak sangat penting memahaminya sesuai dengan tugas perkembangan anak pada tingkat usia tertentu.
Ketidakpahaman mengenai hal tersebut akan membuat guru terjebak dalam kegiatan rutin yang tidak mengacu kepada kebutuhan anak secara individual maupun kelompok, bahkan akan menciptakan pembelajaran yang membosankan bagi anak. Hal itu disebabkan karena kegiatan dari hari kehari tetap sama tanpa kegiatan yang menantang atau menarik.
Proses yang efektif menarik dan menyenangkan bagi anak dipengaruhi oleh berbagai unsur antara lain guru, metode pembelajaran, dan tersedianya berbagai sumber belajar dengan sarana dan prasarana yang memadai secara khusus, tersedianya berbagai sumber belajar akan mendukung terciptanya kondisi belajar anak yang menarik dan menyenangkan.
Sumber belajar sebagai salah satu komponen atau unsure pembelajaran (learning) memegang peranan penting dalam rangka terselenggaranya kegitan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi anak. Sumber belajar tersebut menjadi sangat penting karena tersedianya beragam sumber belajar yang memungkinkan dibutuhkannya budaya belajar anak secara mandiri sebagai dasar untuk pembiasaan dalam kehidupan dikemudian hari, serta menciptakan komunikasi antara anak dengan orang dewasa dan teman sebayanya.
Ketidakpahaman mengenai hal tersebut akan membuat guru terjebak dalam kegiatan rutin yang tidak mengacu kepada kebutuhan anak secara individual maupun kelompok, bahkan akan menciptakan pembelajaran yang membosankan bagi anak. Hal itu disebabkan karena kegiatan dari hari kehari tetap sama tanpa kegiatan yang menantang atau menarik.
Proses yang efektif menarik dan menyenangkan bagi anak dipengaruhi oleh berbagai unsur antara lain guru, metode pembelajaran, dan tersedianya berbagai sumber belajar dengan sarana dan prasarana yang memadai secara khusus, tersedianya berbagai sumber belajar akan mendukung terciptanya kondisi belajar anak yang menarik dan menyenangkan.
Sumber belajar sebagai salah satu komponen atau unsure pembelajaran (learning) memegang peranan penting dalam rangka terselenggaranya kegitan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi anak. Sumber belajar tersebut menjadi sangat penting karena tersedianya beragam sumber belajar yang memungkinkan dibutuhkannya budaya belajar anak secara mandiri sebagai dasar untuk pembiasaan dalam kehidupan dikemudian hari, serta menciptakan komunikasi antara anak dengan orang dewasa dan teman sebayanya.
Keberhasilan proses pembelajaran melalui pendekatan yang tepat dengan banyak memfungsikan sumber belajar (learning resourses) yang optimal perlu adanya peran serta pemangku kebijakan dan dukungan para stakeholders.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan ini dapat dirumuskan ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa sumber belajar itu ?
2. Apa peranan dan fungsi sumber belajar itu?
3. Bagaimana peran pemangku kebijakan dalam mengoptimalkan sumber belajar ?
3
BAB II
SUMBER BELAJAR
A. Pengertian Sumber Belajar
Menurut Yusufhadi Miarso secara konseptual teknologi pendidikan didefinisikan :” teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan system untuk belajar”. Definisi tersebut mengandung pengertian objek formal teknologi pendidikan yang dipersempit menjadi teknologi pembelajaran yaitu :
- Teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian terhadap proses belajar.
- Teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian terhadap sumber belajar.
- Teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian terhadap sistem belajar.
Dengan demikian pengembangan sumber belajar merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam teknologi pendidikan.
Untuk memahami apa itu sumber belajar, penulis mencoba mengemukakan pendapat para ahli, yaitu:
1. Menurut Yusufhadi Miarso sumber belajar adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasikan dapat memungkinkan terjadinya belajar.
2. Edgar Dale dalam Anonim (2007:5) mengemukakan
sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.
3. Menurut Rohani (1997:53), sumber belajar ( learning resources) adalah segala
macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang
memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar.
4. Pendapat lain dikemukakan oleh Association Educational Communication and Technology (AECT), yang menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mecapai tujuan belajarnya.
1. Menurut Yusufhadi Miarso sumber belajar adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasikan dapat memungkinkan terjadinya belajar.
2. Edgar Dale dalam Anonim (2007:5) mengemukakan
sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.
3. Menurut Rohani (1997:53), sumber belajar ( learning resources) adalah segala
macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang
memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar.
4. Pendapat lain dikemukakan oleh Association Educational Communication and Technology (AECT), yang menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mecapai tujuan belajarnya.
5. Sudjana (Suratno, 2008),
Menuliskan bahwa pengertian Sumber Belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Menurut Sudjana & Rivai (1989:77),
Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
7. Menurut Sri Anitah (2008:5),
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar.
8. Menurut Pawit M. Yusuf (2010:250),
Sumber belajar adalah segala jenis media, benda, data, fakta, ide, orang, dll yang dapat mempermudah terjadinya proses belajar.
9. Sadiman mendefinisikan
Sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk belajar, yakni dapat berupa orang, benda, pesan, bahan, teknik, dan latar (Sadiman, Arief S., Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi unt uk Pembelaj aran, makalah, 2004)
10. Ratno Dwi Joyo S.Pd. Pengertian sumber belajar ialah.
- Secara sempit, yaitu buku atau bahan cetak lainnya.
- Secara luas, yaitu segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
- Secara sempit, yaitu buku atau bahan cetak lainnya.
- Secara luas, yaitu segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
belajar.
11. Ahmad Sudrajat
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.
12. Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah.
Segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) menyebutkan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh pebelajar agar terjadi prilaku belajar. Dalam proses belajar komponen sumber belajar itu mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan.
5
Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Dengan pemahaman ini maka guru bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya.
B. Jenis Sumber Belajar
B. Jenis Sumber Belajar
Secara garis besar terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Adapun bentuk sumber belajar itu sendiri, yakni :
1. Pesan: informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain; dapat berbentuk ide, fakta, makna dan data.
2. Orang: orang yang bertindak sebagai penyimpan dan menyalurkan pesan antara lain: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya.
3. Bahan: barang-barang yang berisikan pesan untuk disampaikan dengan menggunakan peralatan; kadang-kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk penyajian contohnya: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya.
4. Alat/ perlengkapan: barang-barang yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terdapat pada bahan misalnya: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya.
5. Pendekatan/ metode/ teknik: prosedur atau langkah-langkah tertentu dalam menggunakan bahan, alat, tata tempat, dan orang untuk menyampaikan pesan; misalnya: disikusi, seminar,
6
pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk
shaw dan sejenisnya.
6. Lingkungan/latar: lingkungan dimana pesan diterima oleh pelajar; misalnya: ruang kelas,
studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Sedangkan menurut Rohani (1997:63) pembagian sumber belajar antara lain meliputi:
1. Sumber belajar cetak: buku, majalah, ensiklopedi, brosur, koran, poster, denah dn lain-lain
2. Sumber belajar non cetak: film, slide, video, model, boneka, audio kaset dan lain-lain
3. Sumber belajar yang berupa fasilitas: auditorium, perpustakaan, ruang belajar, meja belajar
1. Sumber belajar cetak: buku, majalah, ensiklopedi, brosur, koran, poster, denah dn lain-lain
2. Sumber belajar non cetak: film, slide, video, model, boneka, audio kaset dan lain-lain
3. Sumber belajar yang berupa fasilitas: auditorium, perpustakaan, ruang belajar, meja belajar
individual (carrel), studio, lapangan olahraga dan lain-lain
4. Sumber belajar yang berupa kegiatan: wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi,
4. Sumber belajar yang berupa kegiatan: wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi,
permainan dan lain-lain
5. Sumber belajar yang berupa lingkungan : taman, terminal dan lain-lain
5. Sumber belajar yang berupa lingkungan : taman, terminal dan lain-lain
C. Ciri - Ciri Sumber Belajar
Menurut Rohani (1997:59) ciri-ciri sumber belajar antara lain, yaitu:
1. Sumber belajar harus mampu memberikan kekuatan dalam proses belajar mengajar, sehingga tujuan instruksional dapat tercapai secara maksimal
2. Sumber belajar harus mampu mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif yaitu dapat mengubah dan membawa perubahan yang sempurna terhadap tingkah laku sesuai dengan tujuan yang ada.
1. Sumber belajar harus mampu memberikan kekuatan dalam proses belajar mengajar, sehingga tujuan instruksional dapat tercapai secara maksimal
2. Sumber belajar harus mampu mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif yaitu dapat mengubah dan membawa perubahan yang sempurna terhadap tingkah laku sesuai dengan tujuan yang ada.
3. Dengan adanya klasifikasi sumber belajar, maka sumber belajar yang dimanfatkan mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tidak terorganisasi dan tidak sistematis baik dalam bentuk maupun isi
b. Tidak mempunyai tujuan instruksional yang eksplisit
c. Hanya digunakan menurut keadaan dan tujuan tertentu atau secara insidental
d. Dapat digunakan untuk berbaga tujuan instruksional.
4. Sumber belajar yang dirancang mempunyai ciri-ciri yang spesifik sesuai dengan tersedianya media.
4. Sumber belajar yang dirancang mempunyai ciri-ciri yang spesifik sesuai dengan tersedianya media.
7
D. Peranan Sumber Belajar
Sumber belajar memiliki peranan dalam proses pembelajaran, baik pembelajaran secara individual, klasikal maupun kelompok.
1. Peranan sumber belajar dalam belajar individual, yaitu :
a. Front line taching method, dalam pendekatan ini guru berberperan menunjukkan sumber belajar yang perlu dipelajari.
b. Keller Plan, yaitu pendekatan yang menggunakan teknik personalized system of instruksional (PSI) yang ditunjang dengan berbagai sumber berbentuk audio visual yang didesain khusus untuk belajar individual.
c. Metode proyek, peranan guru cenderung sebagai penasehat disbanding pendidik, sehingga peserta didiklah yang bertanggungjawab dalam memilih, merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar.
Pola komunikasi dalam belajar individual sangat dipengaruhi oleh peranan sumber belajar yang digunakan dalam proses belajar. Jadi titik berat proses belajar mengajar adalah pada siswa, sedang guru mempunyai peranan sebagai penunjang atau stimulator. Dengan demikian maka peranan sumber belajar adalah penting karena yang menentukan keberhasilan belajar adalah sumber belajar dan siswa bukan guru. Belajar Individual adalah tipe belajar yang berpusat pada siswa, sehingga dituntut peran dan aktivitas siswa secara utuh dan mandiri agar prestasi belajarnya tinggi. Dalam belajar individual ada tiga pendekatan atau cara belajar individual yang banyak dikenal sekarang ini, antara lain adalah belajar jarak jauh.
2. Peranan sumber belajar dalam belajar klasikal, yaitu :
a. Pola komunikasi yang digunakan adalah komunikasi langsung antara guru dengan siswa.
b. Peranan sumber belajar secara keseluruhan seperti terlihat dalam pola komunikasinya selain guru rendah. Keterbatasan penggunaan sumber belajar terjadi karena metode pembelajaran yang utama hanyalah metode ceramah.
c. Guru harus pandai memilih dan mengkombinasikan metode pembelajaran dengan belajar yang ada.Keberhasilan belajar amat ditentukan oleh kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar utama. Sumber belajar lain seolah-olah tidak ada perannya sama sekali karena frekuensi belajar dengan guru hampir 90% dari waktu yang tersedia.
8
Pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar selain guru sangat selektif dan sangat ketat di bawah kontrol dan petunjuk khusus guru. Di samping itu guru sering memaksakan penggunaan sumber belajar tertentu yang kurang relevan dengan ciri-ciri siswa dan tujuan belajar. Dilihat dari segi jumlah siswa yang ada biasanya sumber belajar yang ada sangat terbatas.
3. Peranan sumber belajar dalam belajar kelompok, yaitu :
a. Buzz sessions (diskusi singkat) adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik untuk didiskusikan singkat sambil jalan. Sumber belajar yang digunakan adalah materi yang digunakan sebelumnya.
b. Controllet discussion (diskusi dibawah control guru), sumber belajarnya antara lain adalah bab dari suatu buku, materi dari program audio visual, atau masalah dalam praktek laboratorium.
c. Tutorial adalah belajar dengan guru pembimbing, sumber belajarnya adalah masalah yang ditemui dalam belajar, harian, bentuknya dapat bab dari buku, topic masalah dan tujuan instruksional tertentu.
d. Team project (tim proyek) adalah suatu pendekatan kerjasama antar anggota kelompok dengan cara mengenal suatu proyek oleh tim.
e. Simulasi (persentasi untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya).
f. Micro teaching, (Proyek pembelajaran yang direkam dengan video).
g. Self help group (kelompok swamandiri)
Dalam kenyataannya teknik-teknik yang digunakan dalam belajar kelompok dapat merangsang kreativitas, aktivitas dan interaksi setiap anggota kelompok. Untuk menjamin mutu dalam belajar kelompok maka perlu ditentukan besar kecilnya kelompok sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajarnya. Berikut ini disajikan pola umum yang diterapkan dalam belajar kelompok yaitu : Pada pola a) gurulah yang mengontrol kegiatan diskusi siswa. Pola dasarnya adalah serangkaian dialog antara guru dengan setiap individu, dengan cara seperti ini maka interaksi antara siswa dengan siswa relatif kecil dibandingkan dengan pola b). Pada pola b) dapat disebut sebagai pola multi komunikasi, karena komunikasi dapat dilakukan dari dan ke berbagai arah. Pengendalian diri dan kontrol dilakukan oleh anggota masing-masing dengan cara menahan diri dan memberi kesempatan kepada anggota lain.
9
E. Fungsi/Manfaat Sumber Belajar
Secara teoritis maupun praktis sumber belajar memiliki fungsi/manfaat, yaitu :
1. Secara teoritis sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk :
a. Perencanaan Sehingga dapat diperoleh bahan sajian yang berdyaguna dan tepatguna yang dapat dipakai sebagai sumber belajar.
b. Penelitian Dengan maksud untuk menguji pengetahuan yang berhubungan dengan sumber belajar siswa, kegiatan belajar yang kegiatannya meliputi juga pembahasan sumber pustaka, pemilihan informasi yang dapat diterapkan.
2. Secara praktis sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk :
a. Kegiatan pengadaan (produktif) Misalnya: Membuat makalah buku, film, grafis, slide, dan sebagainya termasuk di dalamnya melaksanakan penataran dan latihan.
b. Pelayanan dan pemanfaatan Tidak saja pelayanan terhadap kegiatan belajar mengajar di lembaga yang bersangkutan tetapi juga pemanfaatan sumber belajar tersebut oleh masyarakat pemakai (eksponen lainnya).
Di pandang dalam perspektif proses, sumber belajar dapat berfungsi/bermanfaat untuk :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan:
(a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik
(b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak
membina dan mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
(a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional;
(b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
(a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan
(b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
10
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan:
(a) meningkatkan kemampuan sumber belajar;
(b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu:
(a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan
realitas yang sifatnya kongkrit;
(b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang
mampu menembus batas geografis.
Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa.
Adapun bila dipandang dalam perspektif hasil, sumber belajar dapat berfungsi/bermanfaat untuk:
1. Menimbulkan kegairahan belajar.
2. Memungkinkan adanya interaksi langsung.
3. Memberikan kesempatan mencari pengalaman’
4. Memungkinkan belajar mandiri
5. Menghilangkan kekacauan atau kesalahan penafsiran.
Semua fungsi itu akan bermanfaat dan berperan dengan baik apabila ditunjang oleh sistem manajemen dan pengelolaan yang memadai, yaitu organisasi yang baik dan tenaga yang profesional yang mampu mengelola dan mengembangkan sumber-sumber belajar serta dukungan para pemangku kebijakan dalam mengoptimalkan pengembangan sumber belajar.
11
BAB III
PERAN PEMANGKU KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN
SUMBER BELAJAR
A. Potret dan Problematika Pendidikan di Indonesia
Sebelum pada pembahasan utama mengenai peran pemangku kebijakan dalam mengoptimalkan sumber belajar, kita lihat potret dan problematika pendidikan di Indonesia, yaitu :
1. Berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong pada tahun 2001 saja menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (www.kompas.com).
2. Laporan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara. Tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Bahkan jika dibandingkan dengan IPM negara-negara di ASEAN seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suara pembaruan.com/16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).
3. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak (www.pikiran-rakyat.com). Selain itu, kalangan pelajar juga rentan tertular penyebaran penyakit HIV/AIDS. Misalnya di kota Madiun-Jatim, dari data terakhir yang dilansir Yayasan Bambu Nusantara Cabang Madiun, organisasi
12
yang konsen masalah HIV/AIDS, menyebutkan kasus Infeksi Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular HIV/AIDS menurut kategori pendidikan sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan SD/MI sebesar 11% (news.okezone.com). Dalam hal tawuran, di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar pelajar sudah mencapai ambang yang cukup memprihatinkan. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat, dalam satu hari di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di tiga tempat sekaligus (www.smu-net.com).
4. Pencapaian APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) sebagai indikator keberhasilan program pemerataan pendidikan oleh pemerintah, hingga tahun 2003 secara nasional ketercapaiannya ternyata masih rendah, hal ini didasarkan pada indikator: (1) anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan (usia 7-15) sekira 693.700 orang atau 1,7%, (2) putus sekolah SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah mencapai 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk usia 7-15 tahun (Pusat Data dan Informasi Depdiknas, 2003). Rasio partisipasi pendidikan rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 9,6 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. (www.republikaonline.com) sampai sekarang masih terdapat 9 provinsi dengan jumlah buta aksara terbesar usia 10 tahun ke atas dan 15-44 tahun, yakni: Jawa Timur (1.086.921 orang), Jawa Tengah (640.428), Jawa Barat (383.288), Sulawesi Selatan (291.230), Papua (264.895), Nusa Tenggara Barat (254.457), Nusa Tenggara Timur (117.839), Kalimantan Barat (117.338), dan Banten (114.763 orang). (www.pikiran-rakyat.com).
5. Data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total (Koran Tempo, 07/03/2007).
13
Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah. (www.worldbank.com).
6. Perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang sudah berlangsung sejak 2004 dinilai oleh pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB), Revrisond Bashwir sebagai agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor pendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
7. Kebijakan UN yang banyak ditentang oleh masyarakat karena dinilai diskriminatif dan hanya menghamburkan anggaran pendidikan, antara lain ditentang oleh Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Education Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Center for the Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tanggerang (FKGKT), Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan kajian terhadap UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, Koalisi Pendidikan menemukan beberapa kesenjangan (www.tokohindonesia.com).
8. Rendahnya tingkat kesejahteraan guru yang berpengaruh terahadap rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
14
9. Realisasi anggaran pendidikan yang masih sedikit. Ketentuan anggaran pendidikan dalam UU No.20/2003 pasal dinyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1). Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 % pada tahun 2006 (Pan Mohamad Faiz;2006).Tahun 2007 hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun.(www.tempointeraktif.com).
10. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Pada tahun 2009 diperkirakan ada 116,5 juta orang yang akan mencari kerja (www.kompas.com).
Data di atas merupakan beberapa indikator yang menunjukan betapa sistem pendidikan nasional kita saat ini tengah didera oleh berbagai problematika, yang pada akhirnya penyelenggaraan
15
pendidikan tidak dapat memberikan penyelesaian terhadap permasalahan pembentukan karakter insan yang berakhlak mulia, pembentukan keterampilan hidup, penguasaan IPTEK untuk peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat, serta memecahkan berbagai problematika kehidupan lainnya. Padahal diantara tujuan semula pendidikan adalah untuk itu semua.
B. Peran Pemangku Kebijakan pada Sistem Pendidikan Nasional dalam Mengoptimalkan Sumber Belajar
Kebijakan Pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menetapkan Visi pendidikan nasional dalam mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi Departemen Pendidikan Nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan profesionalis dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan Visi dan Misi Depdiknas tersebut di atas, maka sebagai acuan dasar dalam rangka pengembangan Rencana Strategis Pengembangan dan Pembinaan Pendidikan Dasar dan Menengah 2005–2009, Ditjen. Manajemen Dikdasmen merumuskan Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi Ditjen. Manajemen Dikdasmen adalah: ”Mewujudkan pendidikan bermutu untuk kehidupan yang cerdas atas dasar kepribadian dan akhlak mulia bagi seluruh anak bangsa”. Dari visi dimaksud, kemudian disusun misi Ditjen Manajemen Dikdasmen yang meliputi:
16
1. meningkatkan akses masyarakat untuk pendidikan dasar dan menengah,
2. membantu/membimbing satuan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk memberikan pelayanan pendidikan bermutu,
3. menjalin kerjasama yang efektif dan produktif dengan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengembangan dan pembinaan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu,
4. membantu pemerintah daerah menyediakan sarana dan prasarana belajar pendidikan bermutu,
5. melakukan inovasi dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan pendidikan bermutu dan akuntabel,
6. merintis pengembangan lingkungan sekolah sebagai pusat pengembangan budaya (a centre for cultural development),
7. mengembangkan sistem pelayanan khusus untuk peserta yang berada dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, dan kondisi geografis khusus.
Sebagaimana yang tercantum dalam UU RI No. 20 Th. 2003 Bab XIV Ps. 50 ayat (5) dinyatakan bahwa, Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Hal ini didukung pula oleh prinsip penyelenggaraan pendidikan seperti yang tercantum pada UU RI No. 20 Th. 2003 Bab III Ps. 4 ayat (1), yang menyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Kemudian pada Bab X Ps. 36 ayat (2) yang dinyatakan Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan pada ayat (3) menyatakan Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Indonesia dengan memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan ahlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; i) dinamika perkembangan global; dan j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kebijakan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal juga ditekankan pada PP RI No. 19 Tahun 2005 Ps. 14 ayat (1), (2), dan (3).
Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional tersebut sebenarnya mengarah kepada optimalisasi sumber belajar yang dituntut oleh dunia pendidikan namun
17
optimalisasi tersebut masih kurang dirasakan karena banyaknya ketidakpahaman pendidik untuk memanfaatkannya, para pendidik atau guru cenderung menggunakan gaya lama yang telah turun temurun digunakan dan juga sosialisasi pemerintah yang dirasa sangat kurang serta terlalu seringnya berganti kebijakan yang biasa diistilahkan ganti menteri ganti pula kebijakan, seharusnya kebijakan tersebut tidak perlu diganti akan tetapi dipertahankan dan disempurnakan. Begitu pula ketebatasan anggaran, sarana dan prasarana penunjang serta luasnya jangkauan wilayah Indonesia yang berkepulauan, sehingga keterbatasan teknologi informasi dan komunikasi merupakan factor kurangnya pemerataan dan optimalisasi sumber belajar yang dapat dirasakan oleh semua pihak.
Disamping pemerintah juga pimpinan lembaga swadaya masyarakat (swasta) penyelenggara pendidikan hingga kedudukan terendah yakni kepala sekolah yang memiliki peranan penting terhadap kebijakan di dalam optimalisasi pengembangan sumber belajar melalui pemberdayaan dan profesionalis sumber daya manusia (SDM) para tenaga pendidik dan kependidikan, pengadaan sarana dan fasilitas penunjang yang memadai, mudah dan terjangkau serta kebijakan lainnya dalam optimalisasi dan pengembangan sumber-sumber belajar.
18
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pengembangan sumber belajar merupakan bagian dari teknologi pendidikan atau teknolologi pembelajaran.
2. Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mecapai tujuan belajar atau kompetensi tertentu.
3. Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk belajar dan menampilkan kompetensinya. Adapun bentuk sumber belajar yaitu : Pesan, orang, bahan, alat/perlengkapan, pendekatan/metode/teknik dan lingkungan/latar.
4. Sumber belajar memiliki peranan dalam proses pembelajaran, baik pembelajaran secara individual, klasikal maupun kelompok.
5. Sumber belajar berfungsi/bermanfaat secara teoritis maupun praktis dalam perspektif proses dan perspektif hasil.
6. Potret dan problematika pendidikan di Indonesia yakni system pendidikannya perlu disempurnakan, kualitas pendidikannya masih rendah antara hasil pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja maupun usaha/kerja mandiri.
7. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan peran serta para pemangku kebijakan dalam optimalisasi system pendidikan, diantaranya dalam pengembangan sumber belajar melalui profesionalis SDM tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan fasilitas yang memadai, mudah dan terjangkau dan kebijakan lainnya dalam optimalisasi dan pengembangan sumber-sumber belajar.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2007, Mengenal Sumber Belajar , Rineka Cipta, Jakarta
2. Dewi Padmo 2004, Teknologi Pembelajaran, Jakarta ; Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.
3. http://elearning.unesa.ac.id
4. Ishak Abdulhak 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Teknologi pendidikan, Bandung, PT Imperial Bhakti Utama
5. Rohani, 1997, Media Instruksional Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta
6. Saripuddin, Udin, 1995. Penelitian Tindakan Kelas, Erlangga, Jakarta
7. Wahyudin D, Supriyadi dan abdulhak,Pengantar Pendidikan,Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka,Jakarta, cet. 1 Tahun 2002.
8. www.google.com, UU Sisdikdnas No. 20 Tahun 2003.
9. www.google.com, Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.
10. Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Pustekom Diknas,Tahun
2009.
20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar